• Integer vitae nulla!

    Integer vitae nulla!

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices....

  • Suspendisse neque tellus

    Suspendisse neque tellus

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices....

  • Curabitur faucibus

    Curabitur faucibus

    Suspendisse neque tellus, malesuada in, facilisis et, adipiscing sit amet, risus. Sed egestas. Quisque mauris. Duis id ligula. Nunc quis tortor. In hendrerit, quam vitae mattis interdum, turpis augue viverra justo, sed semper sem lorem sed ligula. Curabitur id urna nec risus volutpat ultrices....

Fatwa Yusuf Qaradhawi: Wanita Boleh Bekerja

 Oleh: Irfan.





Sesungguhnya tugas wanita yang pertama dan yang paling besar yang tidak ada pertentangan padanya adalah mentarbiyah generasi yang telah dipersiapkan oleh Allah, baik secara fisik maupun jiwa. Wajib bagi wanita untuk tidak melupakan risalah yang mulia ini disebabkan karena pengaruh materi atau modernisasi apa pun adanya, karena tidak ada seorang pun yang mampu melakukan tugas agung ini yang sangat menentukan masa depan ummat kecuali dia. Dengan demikian maka kekayaan ummat akan semakin baik, itulah kekayaan sumber daya manusia.


Semoga Allah merahmati seorang penyair yang bemama Hafidz Ibrahim yang mengatakan:

“Seorang ibu bagaikan sekolah yang apabila engkau persiapkan (dengan baik) maka berarti engkau telah mempersiapkan generasi yang harum namanya.”

Ini bukan berarti profesi wanita di luar rumahnya itu diharamkan menurut syari’at, karena tidak ada wewenang bagi seseorang mengharamkan tanpa ada keterangan dari syara’ yang benar-benar ada dan jelas maknanya. Karena pada dasarnya asal segala sesuatu dan tindakan itu diperbolehkan sebagaimana dimaklumi.

Atas dasar inilah maka kita katakan bahwa sesungguhnya profesi wanita pada dasarnya diperbolehkan, bahkan bisa jadi diperlukan, terutama bagi wanita janda, dicerai atau belum dikaruniai suami, sementara dia tidak mempunyai pemasukan dan tidak pula ada yang menanggungnya, sedang dia mampu bekerja untuk mencukupi keperluannya sehingga tidak meminta-minta.

Dan kadang-kadang justru keluarga yang membutuhkan ia bekerja, seakan-akan ia membantu suaminya, atau mendidik anak-anaknya dan saudara-saudaranya yang masih kecil, atau membantu bapaknya yang sudah tua, seperti dalam kisah dua putri orang tua yaitu Nabi Syu’aib yang disebutkan oleh Al Qur’an di dalam surat Al Qashash, yang keduanya merawat kambing ayahnya.

Allah SWT berfirman:

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.” (Al Qashash: 23)

Kadang-kadang masyarakat itu sendiri yang memerlukan kerja wanita, seperti tenaga dokter, perawat, guru untuk anak-anak wanita dan yang lainnya dari setiap aktifitas yang khusus wanita. Karena itu, utamanya seorang wanita bekerja sama dengan sesama wanita, bukan dengan kaum pria. Meskipun terkadang bisa dimaklumi jika harus memerlukan kaum pria karena kebutuhan, tetapi itu sekedarnya, bukan sebagai suatu kaidah yang tetap. Sebagaimana juga apabila masyarakat membutuhkan tangan-tangan terampil untuk pengembangan.

Apabila kita perbolehkan wanita itu bekerja maka harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Hendaknya jenis pekerjaannya memang tidak dilarang, artinya pada dasarnya kerja itu tidak diharamkan dan tidak mengarah pada perbuatan haram. Seperti bekerja sebagai pembantu pada seseorang yang belum menikah atau sekretaris khusus bagi seorang direktur kemudian berduaan, atau seorang penari yang membangkitkan syahwat dan keinginan bersifat duniawi, atau bekerja di bar-bar yang menghidangkan khamr yang dilaknat oleh Rasulullah SAW baik yang membuat, yang membawa dan yang menjualkan, atau menjadi pramugari di pesawat yang mengharuskan dia berpakaian seragam yang tak syar’i, dan menghidangkan sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh syara’ untuk para penumpang, dan terbuka peluang bahaya disebabkan bepergian yang jauh tanpa muhrim, yang mengharuskan ia bermalam sendirian di tempat yang terasing (negara asing) yang sebagian tidak terjamin, atau pekerjaan lainnya yang telah diharamkan oleh Islam terhadap kaum wanita terutama, atau terhadap laki-laki dan wanita secara bersamanya.

2. Hendaknya wanita Muslimah tetap beradab Islami bila ia keluar dari rumahnya, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan berpenampilan. Allah SWT berfirman:

”..Dan janganlah mereka (mu’minat) menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dan padanya. ..Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (An-Nur: 31)

“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al Ahzab: 32)

3. Hendaknya pekerjaannya itu tidak mengorbankan kewajiban-kewajiban yang lainnya yang tidak boleh ditelantarkan. Seperti kewajibannya terhadap suaminya dan anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugasnya yang asasi.

Yang dituntut dari masyarakat Islam adalah mengatur segala persoalan hidup dan mempersiapkan sarananya sehingga kaum wanita bisa bekerja apabila hal itu membawa kemaslahatan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, tanpa menghilangkan perasaan malunya atau bertentangan dengan keterikatannya dengan kewajibannya terhadap Rabbnya, dirinya, dan rumahnya. Dan hendaknya lingkungan secara umum mendukung untuk melaksanakan kewajibannya dan memperoleh haknya. Bisa saja dengan cara wanita diberi separuh pekerjaan dengan separuh gaji (tiga hari dalam satu minggu) umpamanya, sebagaimana sepatutnya masyarakat memberikan kepada wanita libur yang cukup pada awal pernikahan, demikian juga pada saat melahirkan dan menyusui.

———
Tulisan di atas merupakan kutipan dari Dr. Yusuf Qardhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah.

0 komentar:

Posting Komentar